"Makan jama'ah.." (ritual tak terlupakan)" |
Ini cerita kami..cerita pondok kami….
Pondok Pesantren Pondok Madinah…atau biasa kami sebut PonPes
Madinah, Trendokmad, Pomad dan PPM, adalah pesantren kami “tercinta”..
Tempat kami belajar banyak hal..mengerjakan banyak hal..
(..menjadi salah..menjadi
benar..
menjadi angkuh dan bangga..menjadi baik hati..
menjadi egois..menjadi tau
berbagi..
menjadi “penguasa”..menjadi “yang dikuasai”…
menjadi mandiri..menjadi “satu”
yang solid)
Tempat kami “bereksperimen” selagi kami menuju “dewasa” (atau
bahkan sudah ada yang menjadi dewasa disana…:D)..
“Kau pasti ingat ketika kau melangkah memasuki gerbangnya dengan
perasaan tak tentu, rasa segan-takut takut-bahagia-sedih-senang-khawatir-cemas yang
di campur dalam waktu yang sama (bahkan mungkin ada beberapa orang yang sambil
menangis tetap dipaksa masuk kesana oleh orangtuanya).
Dan kau juga pasti bisa mengingat siapa teman pertamamu, atau teman
sekamarmu..bagaimana kau memasukkan pakaian-pakaian kotormu kedalam lemarimu-
berbaur dengan baju bersih- karena kau belum bisa mencucinya sendiri-menunggu “sang
ibu” datang mengambil,mencuci dan mengembalikannya setelah disetrika rapi.
Kau juga mungkin ingat ketika kau “harus” menjadi junior yang “wajib”
patuh-tanpa jawaban ketika senior memintamu (kadang dibaca: memerintahmu)
melakukan sesuatu atau membelikan sesuatu (kadang malah banyak) padamu. hehe…kau
harus menajadi anak “penurut” meski dihatimu “penuh gejolak”..jika tidak, maka
kau akan menemuinya di satu ruang---dimarahi massal—bahkan bisa lebih buruk
dari itu. jadilah dirimu, hanya bisa membantah, mencak-mencak, marah-marah balik,
mencaci..dibelakang sang senior (cacian yang mungkin “hanya berani” kau ucapkan
dalam hatimu..atau didepan temanmu saja).
Tapi pada akhirnya, kau pun bisa mengingat saat waktu membawamu “naik
pangkat” menjadi “senior”..sebenarnya kau bisa memilih untuk belajar dari “masa
lalu” dan menjadi “senior baik hati” (hingga tidak ada junior yang harus
mencacimu,seperti kau dahulu mencaci). Tapi entah, kau memutuskan untuk
meneruskan “ritual” yang diwariskan oleh generasi-genarasi sebelummu..merasa
bangga dengan itu…(kau menyebutnya: waktunya balas dendam,heheh)….dan akhirnya….begitulah
peradaban berjalan.”
Demikianlah, Jika sebagian orang menilainya “seni” hidup dipondok..
sebagian lagi mengartikannya “proses belajar”…”eksperimen”..
bagaimana kita tau
kebenaran jika tak pernah berbuat salah…
bagaimana kita tau “hidup mandiri” jika
tidak pernah “mencoba sendiri”…
bagaimana kita tau rasa “kebersamaan” jika kita
hanya trus “tinggal sendiri”,
bagaimana kita tau “kapan waktu berani” jika kita
tak kenal “rasa tidak enaknya ditindas tanpa alasan”…
dan bagaimana kita akan
tau “bahwa menjadi orang “baik”..”berbuat baik” pada orang lain adalah
semestinya….jika kita tidak pernah melihat orang lain dijahati”…
Hmm…
Masih banyak lagi…yah, tentunya masih banyak lagi yang kita
pelajari dari sana…(saya yakin takkan pernah habis untuk diceritakan)..
Hanya sayangnya…kita tak tau apa yang “bisa” kita lakukan untuk
pondok tercinta kita sekarang ini………………………………………
(bisa jadi…hanya kita yang akan bisa merasa “kenangan” itu…tidak
untuk masa sekarang ini..kecuali...jika ada seseorang atau beberapa orang..atau bahkan sejumlah orang yang berinisiatif untuk malakukan sesuatu)