Tuesday, June 14, 2011

iHsan -Part 2...,Lebih deKat

Berbicara tentang ihsan, aku langsung teringat pada sebuah buku karya k’Fahd Djibran, yang menurutku sangat baik dalam menuturkan makna ihsan.

Dalam buku tersebut, si “aku” mengajukan pertanyaan kepada pamannya yang seorang muslim, “Mengapa ihsan (kebaikan) bisa lebih utama daripada iman?”

Sang paman yang bijak pun menjawab:
“kita semua tahu bahwa iman bukan hanya soal pengakuan dan persaksian, iman harus bisa dibuktikan melalui perbuatan. Muhammad pernah bersabda, jenis keimanan bisa bermacam-macam, dan salah satunya adalah menyingirkan duri dari jalanan. Kita pasti bertanya-tanya, apa hubungannya keimanan dengan menyingkirkan duri dari jalanan?

Kita tahu duri adalah benda yang, meskipun kecil, sangat mungkin mengganggu pengguna jalan. Tentu saja ini hanya metafora, di zaman ketika Muhammad hidup, karena perjalanan dilakukan dengan berjalan kaki atau menunggang unta atau kuda, amsal yang paling tepat untuk menunjukkan material yang dapat mengganggu keselamatan para pejalan adalah duri. Kini, duri bisa saja menjadi benda lain, misalnya paku atau batu. Namun, yang terpenting adalah bahwa hadits ini memiliki spirit dasar ajaran Islam dalam memperbaiki setiap “penyakit” yang dapat merusak “kehidupan bersama”. Ya, “kehidupan bersama, sebab para pengguna jalan bukan hanya mereka yang beragama Islam—mereka bisa jadi oranglain yang beragama berbeda dan memiliki ideology politik yang berbeda-beda.

Barangkali ini bisa menjadi awal mengapa kebaikan bisa lebih utama dari iman. Sebab kebaikan adalah pembuktian keimanan yang sanggup melampui keimanan itu sendiri. Melampaui batas-batas-batas agama. Saat kita menjadi orang beriman, kita memiliki identitas tersendiri—kita tahu bahwa ada seseorang yang lain dengan keimanan yang berbeda. Tapi saat kita berbuat baik, kita tak perlu melihat identitas—keimanan oranglain—sebab kebaikan sesuangguhnya melampaui iman. Itulah sebabnya mengapa menyingkirkan duri dari jalanan merupakan pembuktian keimanan yang dianjurkan oleh Muhammad.


Saat kamu membantu seorang tua menyebrang jalan, meskipun sang tua hendak pergi melakukan peribadatan agamanya yang berbeda denganmu,tindakanmu tetaplah sebuah kebaikan. Maka, Muhammad memberikan metafora yang sangat baik untuk memotret keindahan iman yang diaplikasikan menjadi kebaikan: menyingkirkan duri dari jalanan.


Metafora duri ini, bagi paman, mengajarkan kita dua keinsyafan. Keinsyafan yang pertama mengajarkan pada kita bahwa “masalah” yang kita jumpai diruang public adalah masalah bersama. Suatu masalah, seperti setitik nila, ia mungkinjatuh pada sudut tertentu di belanga susu; namun nila itu akan membuat seluruh susu menjadi tercemar. Maka, bilamerujuk pada hadis-duri, keimanan yang baik seharusnya tercermin melalui kebaikan yang melampaui identitas “aku”,”kamu”,”kami”, dan “mereka”. Perbuatan baik, sebagai wujud dari keimanan, harus bisa melampaui identitas apapun.


Keinsyafan yang kedua adalah bahwa tindakan iman dapat dimulai dari hal-hal sederhana. Menyingkirkan dari duri jalanan adalah hal seerhana, namun Muhammad menegaskan bahwa dalam kesederhanaan itu (bila memberikan keselamatan bagi manusia lain), terletak bukti keimanan. Berperang melawan musuh agama barangkali memang merupakan bukti dari keimanan. Namun, mereka yang mengatakan bahwa jihad perang merupakan iman tertinggi, barangkali lupa bahwa berperang sebagai bukti keimanan sebenarnya adalah berperang melawan musuh yang menciptakan kekacauan dan keburukan bagi kehidupan bersama. Itulah musuh agama yang sebenarnya. Bukan justru perang yang menimbulkan keresahan dan kekacauan pada kehidupan bersama itu. maka, belajarlah dari yang sederhana, belajarlah dari perbuatan kecil, menyingkirkan duri dari jalanan.


Jadi, mengapa kebaikan lebih utama daripada keimanan? Sebab iman hanya berdampak bagi dirimu sendiri, sementara kebaikan berdampak bagi seluruh semesta. Agama yang baik, sebagaimana juga iman yang baik, kata Muhammad, adalah agama yang menjadi rahmat bagi semesta…rahmatan lil ‘alamin.”


Indah bukan???.......
Meski pada dasarnya disisi lain, kita memang tidak bisa melebihkan antara iman dan ihsan…keduanya, memang saling terpaut..berhubungan dan berkaitan. Benar, ihsan adalah pembuktian keimanan. Tapi kita mesti ingat, bahwa iman-lah yang menjadi basic juga motivasi adanya ihsan. Iman….bahwa segala hal yang baik tidak mendatangkan sesuatu melainkan kebaikan pula. “hal jaza’ul ihsani illal ihsan…”. Iman…bahwa segala yang kita perbuat, kecil atau besar, baik atau buruk, akan punya balasan. Dan bukankah segala Agama samawi memiliki ajaran dasar berbuat baik….tak peduli apapun agamanya?!....

Naah….akhirnya…semoga kita selalu termotivasi untuk melakukan kebaikan. kebaikan yang melampaui batas dan sekat apapun yang ada. Karena sungguh, kebaikan tak mengenal itu semua.

Teruslah berbuat baik!!!!!:):):)…salam kebaikan…hehe.

No comments:

Post a Comment