A. Metode Memahami Hadis Nabi saw.
Kata “metode” berasal dari bahasa Yunani methodos yang berarti cara atau jalan. Dalam bahasa Arab disebut thariqat atau manhaj. Dalam bahasa Indonesia, kata ‘metode” mengandung arti : “Cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya) ; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan satu kegiatan guna mencapai suatu yang ditentukan.” (Sumb : 1)
Jika dikaitkan dengan pemahaman hadis, maka metode diartikan sebagai suatu cara yang teratur untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksudkan Nabi Muhammad Saw. dalam hadisnya. Secara umum, metode memahami hadis merupakan kerangka dan langkah-langkah yang digunakan dalam menafsirkan dan memahami hadis Nabi saw. Secara keseluruhan, dari tahap awal hingga akhir.
Terdapat empat macam metode dalam menafsirkan dan memahami hadis Nabi saw. yang telah diperkenalkan oleh para ulama terdahulu, yaitu : metode ijmali (global), metode tahlily (analitis), metode maudui’ (tematik) dan metode muqaran (komparatif).(Sumb :2) Metode-metode ini pula yang digunakan dalam menafsirkan Al-Qur’an sehingga dapat diperoleh makna ayat secara utuh dan jelas.
Adapun penjelasan lebih lanjut keempat metode tersebut adalah sebagai berikut :
1. Metode Ijmali (Global).
Dalam menafsirkan Al-Qur’an yang dimaksud dengan metode Ijmali adalah menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan mengemukakan makna global yang dikandung ayat-ayat tersebut. Penafsir memberikan penjelasan secara ringkas makna ayat dan tidak menyingung permasalahan lain selain dari makna yang dikehendaki dari ayat tersebut dengan bahasa yang mudah dimengerti. (Sumb. 3)
Jika digunakan dalam memahami hadis, maka metode ijmali berarti menjelaskan dengan ringkas makna yang dikandung sebuah hadis secara keseluruhan dengan menggunakan bahasa yang populer dan mudah dipahami. Metode ini juga berarti menjelaskan secara global apa yang dimaksud tanpa menerangkan lebih lanjut segala aspek yang berhubungan dengan hadis tersebut baik itu sanadnya maupun matannya.
Sebagai contoh hadis Nabi saw. :
حدثنا عبيدالله بن موسى قال : اخبرنا حنظلة بن ابي سفيان عن اكرمة بن خالد عن ابن عمر رضي الله عنهما قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : (( بني الاسلام على خمس : شهادة ان لا اله الا الله وان محمدا رسول الله, واقام الصلاة, وايتاء الذكاة, والحج, وصوم رمضان)). (Sumb.4)
Jika kita menggunakan metode ijmali untuk memahami hadis diatas, maka makna yang kita peroleh adalah bahwa agama Islam berdiri diatas lima rukun yaitu : syahadat atas Allah dan rasul-Nya, mendirikan shalat, zakat , haji
dan puasa. Tanpa penjelasan lebih lanjut lagi mengenai bagaimana kualitas masing-masing perawinya, arti kata dan frase yang dikandungnya secara mendalam, dan aspek-aspek lain yang berhubungan dengan hadis tersebut.
Dengan kata lain, dengan metode ijmali kita hanya mendapatkan gambaran ringkas dari hadis secara keseluruhan.
Bagaimanapun bentuk metodologi, tetap saja merupakan hasil ijtihadi manusia, oleh karena itu disamping memiliki kelebihan juga memiliki kekurangan dan keterbatasan. (Sumb.5) Dalam kaitannya dengan ini, metode ijmali yang digunakan dalam menafsirkan Al-Qur’an dan memahami hadis-hadis Nabi saw. memiliki kelebihan sebagai berikut :
a. Praktiks dan mudah dipahami karena lebih ringkas dan tidak berbelit-belit. Oleh karena itu metode ini sesuai dengan pemula, dalam artian sesuai dengan orang yang baru belajar memahami hadis juga bagi orang-orang yang ingin memahami hadis dalam waktu yang singkat dan tidak menginginkan penjelasan secara detail.
b. Dengan mengunakan metode ini, dapat membendung pemahaman-pemahaman yang terlalu jauh dari makna hadis yang dimaksud. Hal ini dikarenakan dengan metode ijmali, kita hanya mendapatkan makna yang dikandung secara ringkas dan jelas. (Sumb.6)
c. Bahasanya cenderung lebih mudah dimengerti dan enak dibaca.
Disamping kelebihan-kelebihan yang telah disebutkan, metode ini juga memiliki kekurangan, diantaranya :
a. Menjadikan petunjuk yang dikandung dalam sebuah hadis bersifat parsial.(Sumb.7) Kerena boleh jadi hadis tersebut memiliki penjelasan atau hubungan dengan hadis yang lain. sehingga makna yang kita pahami dari sebuah hadis dengan menggunakan metode ijmai ini belum merupakan makna final dari makna yang seharusnya.
b. Kita tidak memperoleh pengetahuan dan penjelasan yang lebih banyak sehubungan dengan hadis yang dimaksud. Sehingga bagi orang-orang yang ingin memahami hadis secara rinci dan lebih jauh lagi tidak bisa mencapai tujuannya dengan menggunakan metode ini.
---------------------------------------------
Sumber :
1. Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Cet.10 ; Jakarta : Balai Pustaka, 1988), h.580-581 ; dikutip dalam Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an ( Cet.2 ; Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset, 2000), h.1.
2. Nasaruddin Umar, op. cit., h.18.
3. Samsul Bahri, Metodologi Ilmu Tafsir, dengan kata pengantar oleh Prof. Dr. Abd. Muin Salim (t.t. : Teras, t.th.), h.45.
4. HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i.
5. Nashruddin Baidan, op. cit., h.21.
6. Ibid ., h.22-23.
7. Ibid. h.24.
No comments:
Post a Comment