Monday, March 22, 2010

Metode Pemahaman Hadis (4)

3. Metode Muqaran (Komparatif).

Sesuai dengan namanya, metode ini menekankan kajiannya pada aspek perbandingan (komparatif). Metode muqaran jika digunakan untuk memahami hadis nabi saw. berarti menjelaskan makna hadis tersebut dengan cara membandingkannya dengan hadis-hadis yang lain atau dengan ayat Al-Qur’an.

Dalam penerapannya, metode ini dapat dibagi menjadi tiga bentuk, pertama, membandingkan ayat-ayat Al-Qur’an atau hadis yang memiliki kesamaan topik dengan redaksi yang berbeda.
Kedua, membandingkan ayat al-Qur’an dengan hadis, atau antara hadis satu dengan yang lain yang secara lahiriah terlihat kontradiktif. Ketiga, membandingkan pendapat para ulama tentang penafsiran suatu ayat atau hadis.(1)

Kelebihan dari metode muqaran adalah memberikan pengetahuan yang lebih luas dibanding metode-metode yang lain, karena dengan metode ini kita didorong untuk mengkaji berbagai macam hadis, ayat-ayat al-Qur’an serta pendapat-pendapat ulama mengenai hadis yang kita maksud. Selain itu, dengan metode ini memungkinkan kita mengetahui makna sebenarnya dari sebuah ayat atau hadis.

Adapun kekurangan metode ini diantaranya bahwa metode muqaran tidak cocok dipakai bagi pemula dan orang yang menginginkan makna sebuah hadis secara cepat dan ringkas. Hal ini disebabkan pembahasan didalamnya sangat luas. Kekurangan yang lain, metode ini kurang dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan yang ada karena pada dasarnya penekanan metode ini adalah pada perbandingan bukan pemecahan masalah seperti yang dihasilkan oleh metode tematik. (2)

4. Metode Maudhu’i (tematik).

Jika dikaitkan dengan penafsiran Al-Qur’an, metode maudhu’i merupakan salah satu cara mengkaji Al-Qur’an dengan mengumpulkan seluruh atau sebagian ayat-ayat Al-Qur’an dalam tema tertentu, untuk kemudian dikaitkan satu sama lain, hingga akhirnya diambil satu kesimpulan menyeluruh tentang masalah tersebut menurut prespektif Al-Qur’an. (3)

Dalam hubungannya dengan hadis, maka metode maudhu’i diartikan sebagai sebuah metode memahami hadis dengan menghimpun hadis-hadis yang terjalin dalam sebuah tema tertentu, yang kemudian dibahas dan dianalisis sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh. Misalnya, menghimpun hadis-hadis yang berbicara tentang puasa ramadhan, ihsan (berbuat baik) dan lain sebagainya.

Menurut Yusuf Qardhawi untuk dapat memahami as-Sunnah dengan benar, kita harus menghimpun semua hadis shahih yang berkaitan dengan suatu tema tertentu. Selanjutnya mengembalikan kandungannya yang mutasyabih kepada yang muhkam, yang muthlaq dengan yang muqayyad, yang ‘am dan yang khas. Sehingga dengan ini tidak ada hadis yang bertentangan dan dapat diperoleh makna yang lebih jelas.(4)

Secara umum, langkah-langkah yang ditempuh dalam metode maudhu’i adalah sebagai berikut :
a. Menentukan sebuah tema yang akan dibahas.
b. Menghimpun hadis-hadis yang terjalin dalam tema yang telah ditentukan.
c. Menyusun kerangka pembahasan (out line) dan mengklasifikasikan hadis-hadis yang telah terhimpun sesuai dengan spesifik pembahasannya.
d. Mengumpulkan hadis-hadis semakna yang satu peristiwa (tempat dan waktu terjadinya hadis sama)
e. Meneliti hadis dari tiap klasifikasi, jika salah satu hadisnya shahih, maka keseluruhan hadis-hadis dalam klasifikasi yang sama tidak perlu diteliti lagi keshahihannya.
f. Menganalisis hadis-hadis tersebut, dengan mengembalikan kandungannya yang mutasyabih kepada yang muhkam, muthlaq dengan muqayyad, ‘am dan khas. Dengan menggunakan berbagai teknik dan pendekatan.
g. Meskipun metode ini tidak mengharuskan uraian tentang pengertian kosa kata, namun kesempurnaannya dapat dicapai jika mufassir berusaha memahami kata-kata yang terkandung dalam hadis, sehingga akan lebih baik jika mufasir menganalisi matan hadis yang mencakup pengertian kosa kata, ungkapan, asbab wurud dan hal-hal lain yang biasa dilakukan dalam metode tahlily. (5)
h. Menarik kesimpulan makna yang utuh dari hasil analisis terhadap hadis-hadis tersebut.

Metode maudhu’i dapat diandalkan untuk memecahkan permasalahan yang terdapat dalam masyarakat, karena metode ini memberikan kesempatan kepada seseorang untuk berusaha memberikan jawaban bagi permasalahan tersebut yang diambil dari petunjuk-petunjuk Al-Qur’an dan Hadis, disamping memperhatikan penemuan manusia. Sebagai hasilnya, banyak bermunculan karya ilmiah yang membahas topik tertentu menurut prespektif al-Qur’an dan Hadis. Contohnya, perempuan dalam pandangan Al-Qur’an dan hadis dan lain sebagainya.(6)

Kelebihan metode maudhu’i selain karena dapat menjawab tantangan zaman dengan permasalahannya yang semakin kompleks dan rumit, metode ini juga memiliki kelebihan yang lain, diantaranya :
a. Penerapannya praktis dan sistematis, hal ini memungkinkan masyarakat untuk mendapatkan petunjuk al-Qur’an dan hadis dengan waktu yang lebih efektif dan efesien.
b. Metode tematik membuat tafsir Al-Qur’an dan hadis selalu dinamis sesuai dengan tuntutan zaman. Sehingga, masyarakat tertarik untuk mengamalkan ajaran-ajarannya. Meski tidak mustahil hal ini didapatkan dari ketiga metode yang lain, namun hal itu bukan menjadi sasaran yang pokok.
c. Dengan ditetapkannya tema tertentu , maka pemahaman kita terhadap hadis Nabi saw. menjadi utuh. Kita hanya perlu membahas segala aspek yang berkaitan dengan tema tersebut tanpa perlu membahas hal-hal lain diluar tema yang ditetapkan. (7)

Adapun kekurangannya, metode ini terikat pada tema yang telah ditetapkannya dan tidak membahas lebih jauh hal-hal diluar dari tema tersebut, sehingga metode ini kurang tepat bagi orang yang menginginkan penjelasan yang terperinci mengenai suatu hadis dari segala aspeknya.

-----------------------------------------
Sumber :

1. Nashruddin Baidan, op. cit., h.65. lihat juga Abdul Hayy Farmawy, op. cit., h. 39.

2. Lihat Nashruddin Baidan, op. cit., h. 143-144

3. M. Quraish Shihab, Membumikan. h,87. Lihat juga Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur’an : Kajian Tematik Atas Ayat-ayat Hukum dalam Al-Qur’an (Cet.5 ; Jakarta : Penamadani, 2008), h.13.

4. Yusuf Qardhawi, Kaifa., h. 106.

5. Lihat M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an : Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Ummat (Cet.2 ; Bandung : Mizan, 1996) h.xiv

6. Nasaruddin Umar, op. cit., h.13

7. Lihat Nashruddin Baidan, op. cit., h.165-167

1 comment:

  1. tulisan yang bagus sebab singkat padat n mmudah dipahami, sykuran

    ReplyDelete