Monday, March 22, 2010

Pendekatan dalam Memahami Hadis Nabi saw. (1)

C. Berbagai pendekatan dalam memahami hadis Nabi saw.

Hadis bagi umat Islam merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah Al-Qur’an. oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang baik dan benar. namun, untuk memahami hadis secara benar relatif tidak “gampang”, khususnya jika kita menemukan hadis-hadis yang tampaknya bertentangan.(1)

Selain itu, dalam diskursus ilmu hadis kita mendapati bahwa ada hadis yang memilki asbab al-wurud khusus, dan ada yang tidak. Untuk kategori pertama, kita dapat menggunakan perangkat asbab wurud tersebut untuk membantu dalam memahami hadis nabi saw.

Adapun untuk hadis-hadis yang tidak memilki asbab wurud tertentu, maka kita dapat melakukan analisis pemahaman hadis (fiqhul hadis) dengan menggunakan berbagai macam pendekatan, baik itu historis, sosiologis, antropologis bahkan pendekatan psikologis.
Dengan pendekatan-pendekatan ini, diharapkan dapat membantu kita untuk memperoleh pemahaman hadis yang relatif lebih tepat, apresiatif dan akomodatif terhadap perubahan dan perkembangan zaman. (2)

Pada dasarnya yang dimaksud dengan metode pendekatan menurut Fajrul munawir adalah pola pikir (al-Ittijah al-Fikri) yang dipergunakan untuk membahas suatu masalah. (3) Adapun pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam memahami hadis nabi saw. diantaranya sebagai berikut :

1. Pendekatan bahasa (linguistic).

Pendekatan lingusitik atau bahasa adalah suatu pendekatan yang cenderung mengandalkan bahasa dalam memahami hadis nabi saw. (4)

Salah satu kekhususan yang dimiliki hadis Nabi saw. adalah bahwa matan hadis memiliki bentuk yang beragam. Diantara bentuk matan tersebut yaitu, jawami’ al-kalim (ungkapan yang singkat namun padat maknanya), tamstsil (perumpamaan), ramzi (bahasa simbolik), bahasa percakapan (dialog), ungkapan analogi dan lain sebagainya. Perbedaan bentuk matan hadis ini menunjukkan bahwa pemahaman terhadap hadis Nabi saw. pun harus berbeda-beda. (5)

Dalam memahami hadis nabi saw. dengan menggunakan pendekatan bahasa maka yang perlu dilakukan adalah memahami kata-kata sukar yang terdapat dalam hadis, jika telah dapat dipahami, maka langkah selanjutnya adalah menguraikan makna kalimat atau ungkapan dalam hadis tersebut. setelah itu, baru dapat ditarik kesimpulan makna dari hadis tersebut.

Contohnya, hadis Nabi saw. sebagai berikut :
"الصيام جنة". (6

Dalam hadis diatas kita bisa melihat bahwa rasulullah saw. menyamakan puasa dengan perisai. Untuk memahami hadis ini, maka kita dapat melakukan pendekatan bahasa. Kata “جنة” dalam hadis diartikan sebagai perisai. Sedang perisai, yang kita kenal merupakan suatu alat yang biasa dipakai untuk melindungi diri.

Salah satu hikmah puasa diantaranya merupakan tarbiah bagi iradah (kemauan), jihad bagi jiwa, pembiasaan kesabaran serta penahan diri dari hal-hal yang yang dilarang oleh Allah swt.(7) Ketika seseorang berpuasa, maka dia berusaha untuk menghindari hal-hal yang dapat merusak amalan puasanya dan hal-hal lain yang tidak disukai Allah swt. (maksiat) .

Oleh karena itu wajar Rasulullah saw. dalam hadisnya menyamakan puasa dengan perisai. karena puasa merupakan penghalang bagi seseorang untuk melakukan segala sesuatu yang diingininya. Dan merupakan pelindung bagi orang tersebut baik dari hal-hal maksiat dan dosa di dunia ataupun dari api neraka di akhirat.

2. Pendekatan Historis, Sosiologi dan Antropologis.

a. Pendekatan historis.
Yang dimaksud dengan pendekatan historis adalah suatu upaya memahami hadis Nabi saw. dengan cara mempertimbangkan kondisi historis-empiris pada saat hadis tersebut disampaikan Nabi saw.

Dengan kata lain pendekatan historis adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara mengkaitkan antara ide atau gagasan yang terdapat dalam hadis dengan determinasi-determinasi social dan situasi historis kultural yang mengitarinya. (8)

Pendekatan ini menekankan pada pertanyaan mengapa Nabi saw. bersabda demikian? Dan bagaimana kondisi sosio-kultural masyarakat dan bahkan politik pada saat itu? Serta mengamati proses terjadinya.(9)

Pendekatan model ini sudah ada sejak masa para ulama terdahulu, yaitu dengan munculnya ilmu asbab wurud, yang menuturkan sebab-sebab mengapa nabi menuturkan sabdanya, dan masa-masa Nabi menuturkannya. Secara ringkas, memahami hadis nabi saw. dengan pendekatan historis mencakup, waktu, tempat, latar belakang, pelaku dan objek hadis tersebut.

b. Pendekatan Sosologis dan Antropologis.
Sosiologi adalah suatu ilmu yang menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan serta gejala sosial lainnya yang saling berkaitan. Pendekatan sosiologis dilakukan dengan menyoroti dari sudut posisi manusia yang membawanya kepada sebuah perilaku. (10)

Adapun pendekatan Antropologis memperhatikan terbentuknya pola-pola perilaku itu pada tatanan nilai yang dianut dalam kehidupan masyarakat manusia. Kontribusi pendekatan ini adalah ingin membuat uraian yang meyakinkan tentang apa sesungguhnya yang terjadi dengan manusia dalam berbagai situasi hidup dalam kaitan ruang dan waktu. (11)

Dengan pendekatan historis, sosiologi dan Antropologis diharapkan akan memperoleh pemahaman baru yang lebih apresiasip terhadap perubahan masyarakat (social change) dan sebagai solusi terhadap permasalahan-permasalahan social yang merupakan implikasi dari perkembangan dan kemajuan zaman.

Contoh aplikasi pemahaman hadis nabi saw, dengan pendekatan historis, sosiologis dan antroplogis dapat dilihat dari hadis berikut :
"لا تسا فر امراة الا ومعها محرم".
“Tidak diperbolehkan seorang perempuan (berpergian jauh-jauh) kecuali ada seorang mahram bersamanya”. (12)

Jika dilihat secara tekstual, hadis diatas mengandung larangan bagi seorang perempuan untuk melakukan perjalanan (safir) sendirian, tanpa disertai mahramnya.

Hadis diatas tidak memiliki asbabul wurud khusus. Dan jika kita melihat kondisi historis dan sosiologis masyarakat pada masa itu, sangat mungkin larangan itu dilatar belakangi kekhawatiran Nabi saw. terhadap keselamatan perempuan jika berpergian tanpa disertai suami atau mahramnya. Mengingat kondisi saat itu, seorang yang melakukan perjalanan, biasa menggunakan unta, keledai ataupun sejenisnya. Tidak jarang pula harus melewati gurun pasir yang sangat luas dan jauh dari keramaian. Ditambah lagi, waktu itu ada anggapan yang negatif dan kurang etis jika perempuan melakukan perjalanan jauh sendirian. (13)

Oleh karena itu, saat sekarang, ketika kondisi masyarakat sudah berubah, dimana jarak yang jauh sudah tidak menjadi masalah, ditambah dengan system keamanan yang menjamin keselamatan wanita dalam berpergian, maka illah dari larangan tersebut menjadi hilang dan wanita boleh saja melakukan perjalanan sendirian untuk menuanaikan urusannya. (14)

Disini dapat dilihat, konsep “Mahram” yang mengalami reinterpretasi, sehingga tidak lagi harus dipahami sebagai person, tetapi juga system keamanan yang dapat menjamin keselamatan bagi kaum wanita tersebut. pemahaman semacam ini akan lebih apresiasif terhadap perubahan dan perkembangan zaman. (15)

......................................................................
Sumber :

1. Agil Husain Al-Munawwar dan Abdul Mustaqim, Asbabul Wurud : Studi Kritis Atas Hadis Nabi, Pendekatan Sosio, Historis, Kontekstual (Cet.1 ; Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2001), h.24-25.

2. Lihat ibid., h.25

3. Fajrul Munawir, Pendekatan Kajian Tafsir, dengan kata pengantar oleh Prof. Dr. Abd. Muin Salim (t.t. : Teras, t.th.), h.138

4. Lihat ibid., h.143.

5. Arifuddin Ahmad, op. cit., h.3

6. Hadis ini diriwayatkan oleh banyak sanad, diantaranya Abu Hurairah dalam Bukhari dan Muslim.

7. Yusuf Qardhawi, Fiqh as-Shia>m, terj. Ma’ruf Abdul Jalil Th. I. Wahid Ahmadi dan Jasiman, Fiqhi Puasa (Cet.8 ; Surakarta : Era Intermedia, 2009), h.23.

8. Aqil Husain Al-Munawwar dan Abdul Mustaqim, op. cit., h.26

9. Ibid., h.27

10. Ibid.

11.Ibid.

12.HR. Bukhari dan Muslim.

13.Yusuf Qardhawi, Kaifa, h.136.

14. Ibid.

15. Agil Husai Al-Munawwar dan Abdul Mustaqim, op. cit., h.31.

No comments:

Post a Comment