Friday, May 21, 2010

Filosofis Muslim : Al-Kindi dan Farabi 2

A. AL-KINDI.

1. Riwayat hidup.

Nama lengkap al-Kindi yaitu Abu Yusuf, Ya’kub Ibn Ishaq, Ibnu Imran, Ibn Al-Asha’ath, Ibnu Kays al-Kindi. Dia berasal dari keturunan suku Kays, nama al-Kindi sendiri berasal dari nama sebuah suku yaitu Banu Kindah di daerah Selatan Jazirah Arab. Gelarnya Abu Yusuf, karena dia memiliki anak laki-laki bernama Yusuf. Nasabnya sampai kepada Ya’rub bin Qathan, yang merupakan nenek pertama suku Arabia Selatan .

Al-Kindi dilahirkan pada tahun 185 H/801 M di Kufah. Ayahnya Ishaq ash- shabbah, adalah gubernur Kufah pada dua periode berturut turut, yaitu pada periode khalifah al-Mahdi dan Harun al-Rasyid. Oleh karena itu, al-Kindi termasuk keturunan bangsawan pada masa itu. Dia merupakan satu-satunya filosof Islam yang berasal dari keturunan Arab , dan dia jugalah orang pertama yang membuka pintu filsafat bagi dunia Arab dan diberinya corak keislaman, karena itulah al-kindi digelar sebagai filosof Arab .

Pendidikan Al-Kindi diawali dengan belajar membaca Al-Qur’an, menulis dan berhitung. Disamping itu, dia juga banyak mempelajari kebudayaan yang diperlukan pada masanya seperti agama dan sastra. Al-kindi banyak menerjemahkan buku-buku yunani yang berbahasa Syria kuno kedalam bahasa Arab. Maka dengan cepat dia termasuk salah satu dari empat orang penterjemah yang terkenal dimasa itu. Bahkan Ibnu Usaiba’ memandangnya sebagai penterjemah terbaik dalam ilmu kedokteran dan pengetahuan-pengetahuan Yunani kedalam bahasa Arab .

Kecerdasan al-Kindi bukan hanya dalam satu bidang saja, akan tetapi dia menguasai berbagai macam bidang seperti filsafat, kedokteran, geometri, logika. Bahkan dia juga ahli dalam bidang music dan astronomi. Mengenai hal ini, Ibnu Nadim mengungkapkan bahwa Al-Kindi merupakan salah satu diantara pembesar-pembesar dalam ilmu filsafat alam (natural philosophy).

Jumlah karanganya sebenarnya sukar ditentukan. karena dua sebab : pertama, karena para penulis biografi berbeda pendapat mengenai jumlah karangannya. Ibnu Nadim mengatakan 283 karangan dan kebanyakannya berbentuk essay (karangan pendek) , sedang Sha’id al-Andalusi menyebutkan ada 50 buah. Sebab kedua yaitu diantara karangan-karangannya yang sampai kepada kita ada yang bercampur dengan karangan lain. Dalam metafisika dan kosmologi dia mengadopsi banyak pemikiran Aristoteles, dalam psikologi cenderung kepada pendapat plato, sedang dalam hal etika al-kindi banyak mengambil pendapat Socrates dan plato.

Pada masanya, al-Kindi memiliki hubungan dengan kaum Mu’tazilah, hal ini terlihat dari hubungan baiknya dengan pihak kekhalifaan. Dia bekerja sebagai tabib dan peramal bagi khalifah pada masa Ma’mun, Mu’tashim dan Watsiq yang mendukung paham Mu’tazilah pada masa itu.

Saat kekhalifaan kembali ke mazhab ahlu sunnah dan dipimpin oleh khalifah al-Muatawakkil al-Kindi kehilangan posisisnya. Selanjutnya al-kindi menjauhkan diri dari orangbanyak dan menghabiskan umurnya di Bagdhad . Al-Kindi kemudian meningal pada tahun 873 Masehi.

2. Pandangan Al-Kindi tentang keterkaitan filsafat dan agama.

Pada masa Harun al-Rasyid dan al-Ma’mun, pemikiran Yunani mulai masuk dan berkembang ke dunia Islam lewat karya-karya pemikir Yunani yang diterjemahkan. Pemikiran ini membawa pengaruh dan dampak yang sangat besar bagi bangsa Arab saat itu. Islam, Nasrani dan Yahudi yang berpondasi pada wahyu dan iman sangat bertentangan dengan apa yang menjadi dasar tolak pemikiran Yunani yang menempatkan akal pada tempat tertinggi sebagai satu-satunya jalan untuk mencapai kebenaran (hakikat).

Kalangan ulama Islam sangat menentang filsafat Yunani, begitu juga halnya dengan ulama Yahudi dan Nasrani. Kedua kubu mengharuskan keberadaan yang satu tanpa yang lain. Golongan agamawis menentang keharusan agama untuk mengikuti dan berjalan dibawah kaedah-kaedah filsafat, yang berarti meniadakan filsafat.

Begitu juga sebaliknya, kaum filosofis menentang kepatuhan Filsafat terhadap prinsip-prinsip agama, yang berarti meniadakan agama. Pertentangan ini berlanjut terus-menerus hingga al-kindi datang dan menawarkan pendapatnya tentang keterkaitan filsafat dan agama. Bahwa keduanya merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan antara satu dan yang lainnya.

Dalam hal ini Al-Kindi mengemukakan beberapa alasan, pertama, al-Kindi berpendapat bahwa falsafat adalah ilmu tentang kebenaran atau ilmu yang termulia dan tertinggi martabatnya yang tidak bisa ditinggalkan oleh orang-orang yang berfikir, begitu juga dengan agama, ia merupakan ilmu mengenai kebenaran dan pencarian hakikat, oleh karena itu keduanya saling berhubungan dan menduduki fungsi yang sama.

Didalam ilmu falsafat ada pokok-pokok ajaran agama tentang keesaaan (monotheisme) dan etika, dan dalam beragama juga diperlukan ilmu filsafat hingga dapat mendukung ajaran-ajaran agama.Tidak ada yang lebih utama bagi orang yang mencari kebenaran kecuali kebenaran itu sendiri.

Kedua, antara wahyu yang diturunkan kepada Nabi dan kebenaran filsafat tidak ada pertentangan, karena keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mengenal kebenaran, meskipun cara yang ditempuh oleh keduanya berbeda beda.

Ketiga, usaha filsafat atau usaha dalam mencari kebenaran juga diperlukan dalam agama untuk mendukung agama tersebut. Sebagai contoh, usaha dalam memberikan alasan dan bukti kebenaran agama, maka dalam usaha itu menggunakan ilmu filsafat, oleh karena itu keduanya tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lain.

No comments:

Post a Comment