Friday, May 21, 2010

Ilmu Sekuler Barat dan Tauhidullah 3

B. Ilmu Tauhidullah

1. Pengertian Tauhidullah

Tauhidullah berasal dari dua kata Tauhid dan Allah. Dari kamus Al-Bisri kata tauhidullah bermakna : mashdaru wahhada – al I’tiqadu bi wahdaniyatillah, yang berarti keyakinan atas keesaan Allah.
Adapun secara istilah, Tauhidullah yang selanjutnya disebut dengan Tauhid, bermakna dua: Tauhid dalam al-Itsbat (penetapan) dan al-Ma’rifat (pengenalan). Dan Tauhid ath-Thalab (permohonan) dan al-Qashdu (bertujuan). Pertama: Menetapkan (adanya) hakikat Dzat Allah ‘Azza wa Jalla, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya dan nama-nama-Nya. Tak ada sesuatupun yang menyerupai diri-Nya. Sebagaimana yang diberitakan oleh Allah sendiri dalam AL-Qur’an dan melalui Rasul-Nya. Kedua: yaitu tauhid dalam permohonan dan bertujuan.

Adapun bentuk tauhid di bagi tiga,
Pertama, Tauhid Rububiyah adalah pengakuan bahwa Allah pencipta segala sesuatu. Bahwa alam dunia ini tak pernah memiliki dua pencipta yang berseteru dalam karakter dan perbuatan.

Allah berfirman, dalam surat Ibrahim/14 : 10,

Terjemahnya,
Berkata Rasul-rasul mereka: "Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi?.

Kedua, Tauhid Uluhhiyah adalah meniadakan (segala sesembahan), dan penetapan (Allah sebagai satu-satunya Ilah).
Allah berfirman, dalam surat al-Baqarah/2 : 163,

Terjemahnya,
Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ketiga, Tauhid Asma wa Shifat adalah mangimani semua apa yang disebutkan dalam Al-Qur’anul karim dan hadits-hadits shahih tentang nama-nama Allah dan sifat-sifatNya.

Dari pengertian di atas maka penulis dapat mengambil kesimpulan pengertian dari ilmu Tauhidullah yaitu ilmu yang berpijak pada pengakuan atas realitas keesaan Allah yang tercermin dalam perkataan dan perbuatanNya.

2. Sejarah dan perkembangan ilmu Tauhidullah

Dari pengertian tauhid, macam dan bentuknya, yang telah penulis sebutkan diatas, maka kita akan melihat bagaimana awal mula ilmu ini muncul.

Pembawa ilmu Tauhidullah ini adalah Muhammad bin Abdullah, seorang Rasul yang di utus oleh Allah swt. 6 abad setelah tahun Masehi. Tepatnya Beliau dilahirkan pada tanggal 20 april tahun 571 M. 40 tahun kemudian beliau diangkat sebagai Rasul. Ajaran pertama beliau secara asasi adalah sebagaimana ajaran-ajaran para Rasul sebelumnya yaitu masalah Tauhid dan penolakan terhadap politeisme, hal ini bisa di lihat di dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf/7 : 59, 65 dan 73, dan surat Al-Anbiya/21 : 22 dan 25.

Ketika Muhammad di angkat menjadi Rasul dunia sedang berada pada Abad Pertengahan, dimana keilmuan sedang mengalami stagnasi atau kemandegan, karena kebebasan berilmu semuanya harus tunduk kepada kepentingan gereja.

Islam datang dengan membawa semangat baru, Islam mempunyai pandangan tentang pentingnya ilmu. Bahkan ayat pertama yang turun adalah anjuran untuk menuntut ilmu “membaca”. Jibril memerintahkan Muhammad dengan bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dari kata Iqra inilah kemudian lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu dan membaca teks baik yang tertulis maupun tidak.

Selanjutnya ada juga ayat lain yang menyatakan, katakanlah: apakah sama orang-orang yang mengetahui (berilmu) dengan orang-orang yang tidak mengetahui?, sesungguhnya (hanya) orang-orang berakallah yang dapat menerima pelajaran. Selain ayat-ayat tersebut di atas, ada juga hadits Rasulullah yang menekankan wajibnya menuntut ilmu, “menuntut ilmu itu wajib bagi muslim laki-laki maupun perempuan”.

Dengan demikian, Al-Qur’an dan Hadits kemudian dijadikan sebagai sumber ilmu yang dikembangkan oleh umat Islam dalam spektrum yang seluas-luasnya. Lebih lagi, kedua sumber pokok Islam ini memainkan peran ganda dalam penciptaan dan pengembangan ilmu-ilmu.

Peran itu adalah: pertama, prinsip-prinsip semua ilmu dipandang kaum Muslimin terdapat dalam Al-Qur’an. Dan sejauh pemahaman terhadap Al-Qur’an, terdapat pula penafsiran yang bersifat esoterik terhadap kitab suci ini, yang memungkinkan tidak hanya pengungkapan misteri-misteri yang dikandungnya tetapi juga pencarian makna secara mendalam, yang berguna untuk pembangunan paradigma ilmu.

Kedua, Al-Qur’an dan Hadits menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan ilmu dengan menekankan kebajikan dan keutamaan menuntut ilmu; pencarian ilmu dalam segi apapun pada akhirnya akan bermuara pada penegasan tauhid. Pada akhirnya, ilmu dan perenungan akan semakin membuktikan keesaan Allah.

Dalam perkembangan selanjutnya, pada masa kejayaan Islam, khususnya pada masa Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah, kita bisa melihat beberapa contoh ilmuwan ilmuwan muslim seperti Al-Kindi, Al-Razi, Al-Farabi, Ibnu Sina dan sebagainya yang apabila kita perhatikan manhaj yang digunakan dalam pemikiran mereka bukan hanya sekedar menggunakan akal tetapi juga tetap berpegang pada nilai-nilai ajaran Islam, disamping itu tujuan dari keilmuwan mereka bukan dunia semata tetapi untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

No comments:

Post a Comment