Friday, May 21, 2010

Metodologi Tafsir 1

Al-Qur’an merupakan salah satu kitab suci yang telah memberikan pengaruh begitu luas dan mendalam dalam jiwa dan tindakan manusia. Bagi kaum muslimin Al-Qur’an bukan saja sebagai kitab suci (scripture) melainkan juga petunjuk (hudan) yang menjadi pedoman sikap dan tindakan mereka dalam menjalani setiap sisi kehidupannya (QS. Al-Baqarah : 185)

Ibarat katalog sebuah produk barang, Al-Qur’an adalah guide bagi khalifatullah di muka bumi ini agar dapat berfungsi dengan baik. Dan hal tersebut tergantung pada sejauh mana pemahaman manusia terhadap petunjuk Al-Qur’an.

Mengingat fungsi tersebut, maka mempelajari tafsir Al-Qur’an sebagai upaya untuk memahaminya menjadi sesuatu yang urgen dalam rangka menempatkan ibadah manusia pada jalur yang benar sesuai dengan kehendak Allah swt. serta dapat menyentuh petunjuk Allah yang lain menyangkut akidah, syariat dan akhlak dengan harapan memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.

Sekalipun demikian, aktifitas menafsirkan Al-Qur’an relatif tidak mudah, mengingat kompleksitas persoalan yang dikandungnya dan keluasan makna ayat-ayatnya yang tidak semua dapat dijangkau oleh pemahaman manusia, dengan kata lain redaksi ayat-ayat Al-Qur’an, sebagaimana setiap redaksi yang diucapkan atau ditulis, tidak dapat dijangkau maksudnya secara pasti kecuali oleh pemilik redaksi tersebut.

Pada dasarnya, kegiatan menafsirkan Al-Qur’an telah mulai dan berkembang sejak masa-masa awal petumbuhan Islam, hanya saja masih dalam bentuk yang sederhana, dimana pada masa itu Nabi Muhammad saw. mengambil peran sebagai mubayyin (penjelas) terhadap apa yang dikandung dalam Al-Qur’an dan segala persoalan umat.

Penafsiran Rasulullah itu ada kalanya berupa sunnah qauliyah (perkataan), sunnah fi’liyah (perbuatan) ataupun sunnah taqririyah (ketetapan). Disamping itu, jika ada yang sesuatu dari Al-Qur’an yang tidak dapat dipahami oleh para sahabat, maka mereka dapat langsung menanyakannya kepada Nabi saw.

Sepeninggal Nabi Muhammad saw., para sahabat menggunakan beberapa pendekatan dalam menafsirkan Al-Qur’an, diantaranya dengan melakukan penafsiran dengan ayat Al-Qur’an itu sendiri ataupun dengan riwayat-riwayat shahih yang bersumber dari Nabi saw. . Penafsiran inilah yang kemudian kita kenal dengan tafsi>r bil ma’tsur.

Penafsiran yang lain yaitu apa yang kita sebut sebagai tafsi>r bil ra’yi>, yaitu metode penafsiran yang menekankan sumbernya pada akal dan ijtihad. Pada masa selanjutnya, kebutuhan kepada penafsiran Al-Qur’an semakin besar, untuk itu para mufassir terus menerus mengembangkan metodologi penafsiran Al-Qur’an sehingga kita bisa melihat berbagai macam model penafsiran dalam berbagai kitab tafsir. Mulai dari tafsir tradisional sampai dengan tafsir modern.

Hal ini tidak terlepas dari perkembangan zaman dan semakin kompleksnya masalah-masalah yang timbul dimasyarakat yang menuntut reinterpretesi Al-Qur’an hingga bisa menjadi solusi dalam berbagai persoalan kehidupan yang ada.

Oleh karena itu, meskipun studi tentang metodologi tafsir masih terbilang baru dalam khazanah intelektual Islam dan baru berkembang jauh setelah pertumbuhan tafsir , pengembangan metode penafsiran Al-Qur’an sendiri akan terus dilakukan sehingga fungsi Al-Qur’an terus dapat teralisasi, yaitu menjadi petunjuk dan pedoman sentral bagi kehidupan manusia.

Untuk itu, dalam makalah ini penulis akan mencoba memaparkan beberapa metode penafsiran Al-Qur’an yang telah dikembangkan para mufassir yang bertujuan sebagai alat untuk bisa memahami pesan Al-Qur’an dengan tepat dan benar.

No comments:

Post a Comment