Friday, May 21, 2010

Filosofis Muslim : Al-Kindi dan Farabi 5

3. Filsafat Al-Farabi tentang filsafat jiwa (An-nafs)

Sejalan dengan al-Kindi, al-Farabi mendefenisikan jiwa sebagaimana defenisi Aristoteles, yaitu “Kesempurnaan awal bagi fisik yang bersifat alamiah, mekanistik, dan memilki kehidupan yang energik.” Disamping itu, al-Farabi juga memberikan defenisi yang diambilnya dari Platonisme bahwa jiwa manusia adalah substansi ruhani yang berdiri sendiri dan merupakan substansi manusia yang sesungguhnya. Manusia terdiri dari dua unsure, yaitu, pertama, substansi ruhani dari alam ilahi, kedua, badan ysng berasal dari alam penciptaan atau alam materi.

Al-Farabi dalam hal ini berusaha memadukan antara pendapat Aristoteles dan Plato bahwa jiwa adalah substansi dan bentuk (form). Jiwa dalam kemandiriannya adalah substansi, dan merupakan form dalam sisi hubungannya dengan badan.
Jiwa menurut al-Farabi terdiri dari tiga macam yang masing-masing memiliki daya berbeda.

a. Jiwa Tumbuh-tumbuhan, jiwa ini memilki tiga daya, yaitu :
1.) Al-Quwwah al-Ghadziyah (daya nutrisi)
2.) Al-Quwwah al-Murabbiyah (daya pemeliharaan dan daya tumbuh)
3.) Al-Quwwah al-Muwallidah (daya generatif)
b. Jiwa Hewani yang memilki dua daya, yaitu :
1). Al-Quwwah al-Mudrikah (daya memahami) yang terbagi lagi menjadi dua daya, eksternal dan internal.
2). Al-Quwwah al-Muharrikah (daya penggerak) yang terbagi menjadi daya syahwat dan daya emosi.

c.Jiwa Rasional yang akan menghasilkan daya praktis dan teoritis.

4. Filsafatnya tentang kenabian.
Al-Farabi muncul memberikan penerangan yang jelas tentang persoalan kenabian ketika suasana dipenuhi perdebatan tentang permasalahan tersebut. bahkan penjelasan al-Farabi menjadi salah satu bagian terpenting dalam filsafat. Teori ini bertolak dari dasar-dasar psikologi dan metafisika, serta erat kaitannya dengan permasalahan akhlak dan politik.


Menurut al-Farabi manusia bisa berhubungan dengan akal fa’al, meskipun hanya terbatas pada orang-orang tertentu. Hubungan ini bisa melalui dua jalan, yaitu jalan pikiran dan imajinasi (pengkhayalan), dengan kata lain melalui perenungan dan inspirasi (ilham). Para filisofis mencapai kebenaran dengan jalan yang pertama, sedang para nabi melalui jalan kedua.

Seseorang yang mempunyai daya imajinasi yang kuat memungkinkan dia dapat berhubugan dengan Akal Fa’al, baik itu diwaktu sadar maupun diwaktu tidurnya. Dengan kekuatan imajinasi ini, dia dapat menerima pengetahuan dan kebenaran yang tampak dalam bentuk wahyu atau mimpi yang benar. inilah yang dialami oleh para Nabi dan inilah tingkatan imajinasi yang paling tinggi yang dapat dicapai seorang manusia.

Seperti dikutip oleh Manal Samir ar-Rafi’I, mengenai hal ini al-Farabi memaparkannya sebagai berikut :
“Jika kekuatan imajinasi seorang manusia telah sampai pada kesempurnaan, maka tidak ada halangan baginya dalam berhubungan dengan Akal Fa’al dalam keadaan terjaga, juga dalam menerima pengetahuan tentang peristiwa sekarang dan akan datang. Dengan adanya penerimaan itu orang tersebut dapat mengetahui perkara-perkara ketuhanan. Ini adalah tingkatan yang paling sempurna yang bisa dicapai oleh kekuatan imajinasi dan dicapai oleh manusia karena kekuatan tersebut.”

5. Teori Al-Farabi tentang politik : al-Madinah al-Fadhilah.

Al-Farabi adalah seorang filosof yang banyak berbicara mengenai kemasyarakatan, karangan-karangannya yang masyhur dalam bidang ini antara lain as-Siyasah al-Madaniyah (Politik Kenegaraan) dan Ara’ ahl al-Madinah al-Fadhilah (Pikiran-pikiran Penduduk Kota Utama).

Menurut al-Farabi, manusia adalah mahluk yang tidak bisa berdiri sendiri. Untuk mempertahankan dirinya dan mencapai kesempurnaan-kesempurnaan tertingginya, setiap manusia secara dharuri membutuhkan banyak hal yang tidak bisa dipenuhinya sendiri. Oleh karena itu, manusia tidak bisa mencapai kesempurnaanya kecuali dengan jalan hidup berasosiasi atau berkelompok, dimana orang-orang bekerja sama untuk saling melengkapi. Sehingga, akhirnya segala sesuatu yang dibutuhkan untuk mempertahankan diri dan mencapai kesempurnaan dapat didistribusikan.

Al-Madinah al-Fadhilah atau Kota Utama menurut al-Farabi seperti yang dikutip Yamani adalah kota yang melalui perkumpulan (asosiasi) yang ada didalamnya bertujuan untuk bekerja sama dalam mendapatkan kebahagiaan yang sesungguhnya.

Untuk mencapai tujuan itu sebuah kota utama harus dipimpin oleh pemimpin yang benar benar memiliki berbagai ilmu dan setiap jenis pengetahuan, ia mampu memahami dengan baik tugas yang harus dilakukannya. Ia mampu mengarahkan orang-orang untuk melakukan apa yang diperintahkannya. Mampu memanfaatkan orang-orang yang memilki kemampuan, mampu menetukan dan mengarahkan tindakan-tindakan ini kearah kebahagian. Dan hal ini hanya bisa dilakukan oleh orang yang memilki kecenderungan yang besar lagi unggul bila telah berhubungan dengan Akal aktif.

Dengan demikian sebuah kota utama hendaknya dipimpin oleh seorang Nabi atau imam yang merupakan pemberi hukum, yang menetukan tindakan komunitasnya berdasarkan wahyu dari Tuhan. Singkatnya, pemimpin kota utama adalah orang yang selain sempurna fisik, mental dan jiwanya, juga memilki keahlian yang sempurna dan kearifan teoritis dan praktis yaitu keahlian memerintah dan politik.

Fungsi pemimpin kota adalah mengelola kota sedemikian rupa sehingga semua bagian kota saling berhubungan dan teratur. Sehingga, membuat penduduknya mampu bekerja sama untuk menyingkirkan berbagai keburukan dan untuk memperoleh kebaikan.
Jika semua komunitas telah menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya dengan dipimpin seorang pemimpin yang handal, dengan demikian maka akan terwujud kota utama yang dikonsepkan oleh al-Farabi.

Al-Farabi adalah pembangun fisafat dalam arti yang sebenarnya, pemikirannya mencakup segala bidang dan menghasilkan filsafat yang teratur bagian-bagiannya.

Menurut Dr. Ibrahim Madkour seperti dijelaskan oleh Ahmad Hanafi, filsafat al-Farabi adalah filsafat yang bercorak spirituil-idealis, hal ini karena menurut al-Farabi, dimana-mana ada ruh. Mengenai filsafat ketuhanan, al-Farabi mengatakan Tuhan adalah Ruh segala Ruh. Teori akal yang diajukannya adalah ‘Uqul Mufariqah (akal yang terlepas dari benda) merupakan mahluk ruhani murni. Pemimpin Kota Utamanya adalah seorang yang bisa menguasai badannya dan menjadi seorang yang suci dan berhubungan dengan akal aktifnya. Ruh juga yang menggerakkan benda-benda langit dan mengatur alam dibawah bulan dalam konsep emanasinya.

Meskipun dalam filsafatnya al-Farabi banyak mengambil dari Plato, Aristoteles dan Plotinus, sama halnya dengan al-Kindi, al-Farabi tetap memilki kepribadian sendiri, hingga hasil pikirannya merupakan filsafat Islam yang berdiri sendiri.

No comments:

Post a Comment